Wednesday, November 13, 2019

KRITIK ARSITEKTUR NORMATIF : TIPIKAL

PERBEDAAN TROTOAR PADA JALAN SUDIRMAN JAKARTA DAN JALAN MARGONDA DEPOK

TROTOAR JALAN SUDIRMAN JAKARTA PUSAT

Revitalisasi Trotoar Jl. Sudirman - Jl. M.H. Thamrin
Sumber : Google Image

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berusaha meningkatkan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk menghadirkan kenyamanan dan keselamatan bagi masyarakat. Salah satu yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah dengan melakukan pembangunan dan revitalisasi jalur pedestrian. 
Pembangunan jalur pedestrian menjadikan pejalan kaki sebagai arus utama (mainstream), mengedepankan kesetaraan bagi seluruh lapisan masyarakat Jakarta, mulai dari anak-anak, ibu hamil, lansia, hingga para penyandang disabilitas.
Kesetaraan tersebut tercermin dari tersedianya ramp (bidang miring), guiding block (paving kuning di trotoar), hingga pemuatan instalasi dan aktualisasi karya seni di ruang-ruang terbuka yang bisa dinikmati setiap warga dengan bebas.
Sejak tahun 2017 hingga 2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan revitalisasi trotoar sepanjang 134 kilometer. Revitalisasi tersebut dilakukan dalam rangka menghadirkan kenyamanan dan keselamatan bagi seluruh pejalan kaki (pedestrian) di Jakarta dengan pembangunan dan revitalisasi jalur pedestrian.
Bahkan, angka ini ditargetkan akan terus meningkat pada tahun 2020, di mana telah disiapkan revitalisasi trotoar sepanjang 47 kilometer dengan anggaran optimal hingga Rp 1,1 triliun rupiah.
Salah satu hasil revitalisasi trotoar yang dijadikan percontohan adalah trotoar di Jalan Sudirman - MH. Thamrin yang direvitalisasi pada 2017-2018. Jalur pedestrian tersebut sudah didesain ramah bagi para penyandang disabilitas, termasuk adanya pelican crossing antar trotoar di sisi barat dan timur.
Revitalisasi trotoar di tahun ini diperluas ke lima wilayah kota administrasi di DKI Jakarta. Sebanyak 51 lokasi jalan di seluruh wilayah Jakarta yang mengalami revitalisasi trotoar dengan total anggaran sekitar 327 miliar rupiah, antara lain di Jalan KH. Wahid Hasyim dan Sudirman-Thamrin (Jakarta Pusat), Jalan Sisingamangaraja hingga Jalan Fatmawati (Jakarta Selatan), Kawasan Velodrome (Jakarta Timur), Jalan Daan Mogot (Jakarta Barat), Jalan Yos Sudarso, dan Jalan Pluit Selatan Raya (Jakarta Utara). 
Setidaknya, terdapat 10 titik lokasi trotoar yang telah dan sedang direvitalisasi hingga akhir tahun 2019. Trotoar yang masih direvitalisasi hingga akhir 2019 di antaranya trotoar Jalan Dr Satrio, Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Matraman Raya, Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan Kramat Raya dan jalan Salemba Raya, Jalan Cikini Raya, Jalan Latumenten, Jalan Danau Sunter Utara, Jalan Yos Sudarso, dan Jalan Kemang Raya.
Kawasan yang juga menjadi sorotan penting revitalisasi pada tahun ini adalah trotoar Cikini dan trotoar Kemang. Di trotoar Cikini, jalur sepanjang 10 kilometer ini akan diperlebar, dari semula hanya 3 meter menjadi 4,5-6 meter. Yaitu, 1,5 meter untuk pejalan kaki; 1,5 meter untuk penyandang disabilitas; 1,5 meter untuk street furniture; 0,5 sampai 1 meter untuk amenities (perlengkapan penunjang).  
Pejabat Pembuat Komitmen Infrastruktur Khusus Kegiatan Strategis Daerah Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, Riri Asnita, menyebut kawasan Cikini merupakan koridor seni, kreasi, budaya, dan tempat berkumpulnya para komunitas di Jakarta. Sehingga, penataan trotoar Cikini turut menghadirkan kembali Jakarta sebagai Kota Seni, di mana sarana dan prasarana publik di dalamnya menunjang untuk hal tersebut.
Sementara itu, revitalisasi trotoar Kemang, trotoar sepanjang kurang lebih 3,3 kilometer tersebut diperlebar dari 1,5 – 2 meter menjadi 3 – 4 meter. Dalam rangka untuk menghadirkan kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat serta pelaku usaha, dalam revitalisasi trotoar Kemang ini, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan para pemilik gedung hotel maupun restoran yang terdampak. Hasil dari kolaborasi ini melahirkan kesepakatan bahwa revitalisasi trotoar di Kemang menerapkan Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ).
Kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha tersebut menjadikan satu lajur di kawasan Jalan Kemang Raya dipotong untuk dibangun fasilitas publik berupa trotoar. Dengan adanya kemudahan dalam kolaborasi ini, revitalisasi yang telah dimula sejak Mei 2019 tersebut ditargetkan selesai tepat waktu pada Bulan Desember 2019.
Revitalisasi trotoar ini juga dimaksudkan untuk integrasi transportasi umum di DKI Jakarta. Integrasi antara trotoar dengan moda transportasi ini juga sejalan dengan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 untuk mengendalikan kualitas udara Jakarta. Warga Jakarta didorong untuk lebih mengutamakan aktivitas berjalan dan menggunakan transportasi umum, baik dari dan menuju tempat kerja maupun saat berwisata.

TROTOAR JALAN MARGONDA DEPOK
Trotoar Jl. Margonda Depok
Sumber : SindoNEWS

Jalur pedestrian di Kota Belimbing ini khususnya di Jalan Margonda Raya sangat tidak memadai. Trotoar dalam kondisi rusak, berlubang, dan tidak nyaman bagi pejalan kaki.


Selain kondisinya jauh dari standar, secara fungsi trotoar tidak dapat digunakan. Trotoar justru banyak dimanfaatkan pedagang kaki lima (PKL). Bahkan, jalur pedestrian di Jalan Margonda banyak dipakai untuk parkir kendaraan karena ruko di sepanjang jalan protokol tersebut tidak menyediakan lahan parkir sehingga mengganggu pejalan kaki.

Belum lagi pada malam hari trotoar di Jalan Margonda dipenuhi penjual makanan. Pada akhir pekan kondisinya lebih parah lantaran banyak kendaraan terparkir di jalur pedestrian.

Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus membenarkan trotoar di Depok sangat miris. Berbeda jauh dengan kota lain semisal DKI Jakarta atau Kota Bogor. "Saya ini warga Depok, pada waktu liburan saya terpaksa mencari trotoar ke Bogor. Depok ini fakir trotoar," ujarnya, kemarin.


Padahal, Depok memiliki visi friendly city dan Kota Layak Anak. Sayang untuk urusan trotoar saja sangat tidak ramah bagi pejalan kaki apalagi anak-anak. Kondisi saat ini trotoar di Depok antara ada dan tiada, hanya sepotong-sepotong itu pun tak luput dari jajahan parkir liar dan PKL. "Seolah-olah ini ada pembiaran secara sistematis. Keberadaan ruko dan gedung yang ada di Jalan Margonda hanya memfasilitasi konsumen mereka," kata Alfred.



Dia yakin kalau kondisi trotoar di Margonda saja demikian adanya, maka di wilayah lain di Depok akan lebih parah. Apalagi Margonda merupakan etalase Depok yang semestinya trotoar bagus dan teratur. "Trotoar di wilayah lain sudah pasti bar-bar," ucapnya.



Dia berharap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memerhatikan nasib pejalan kaki di Depok yang secara geografis masuk wilayah Jabar. Terlebih Depok bersinggungan dengan ibu kota. "Kami berharap Ridwan Kamil menerjunkan yang namanya quick respons, maka Depok ini seharusnya direspons dengan cepat juga," ujarnya.

KRITIK PENULIS

Kritik penulis terhadap perbedaan kualitas dan kenyamanan trotoar di Jl, M.H. Thamrin dan trotoar Jl. Margonda di Depok memiliki kesenjangan yang sangat kontras disebabkan oleh zonasi tempat Jl. M.H. Thamrin yang berada di pusat kota sebagai ikon kota besar Jakarta, mantan Ibu Kota Indonesia dan berada di area perkantoran tingkat tinggi yang dimana fasilitas trotoar harus didesain dengan standar dan visi gubernur Anies Baswedan yaitu kota ramah pejalan kaki dan mempermudah orang menggunakan trasnportasi umum dengan trotoar yang luas dan nyaman.

Sedangkan trotoar pada Jl. Margonda Depok memiliki minim perhatian dari pemerintah karena Depok adalah kota administrasi dengan zonasi area diperuntukan untuk hunian dan jasa dengan tingkat sedang ke tinggi. Peran pemerintah yang minim pengawasan menyebabkan tidak adanya perawatan terhadap trotoar jalan Margonda yang seharusnya memiliki standarisasi untuk penjalan kaki karena trotoar pada jalan tersebut menjadi penghubung antara banyak jasa, pusat perbelanjaan, sekolah, dan universitas yang dapat mengurangi kemacetan pada jam kerja karena para masyarakat dapat mudah mengakses area Jl. Margonda menggunakan trotoar yang nyaman dan aman.

Thursday, November 7, 2019

KRITIK ARSITEKTUR DESKRIPTIF

WISMA DHARMALA / INTILAND TOWER
Intiland Tower / Wisma Dharmala



Nama Bangunan : Wisma Dharmala / Intiland Tower

Lokasi : Jl.Jend.Sudirman kav.32, Jakarta Pusat

Tipe : Kantor

Arsitek : Paul Rudolph ( USA )

Luas Bangunan : 59.838,65m²

Jumlah lantai : 1 basement + 22 lantai

Tahun  : 1982 – 1986

Pemilik : PT. Intiland Development Tbk

Pengelola  : PT. Intiland Development Tbk (IHMP)

Gedung Intiland atau yang lebih dikenal dengan nama Wisma Dharmala Sakti merupakan gedung tinggi yang sangat cocok untuk daerah tropis. Gedung Karya Paul Rudolph yang dibangun 1984 – 1985 ini didesain gedung yang sangat unik, permainan fasade yang sangat menarik dan artistik gedung ini memmilki banyak kelebihan dalam kaitannya dengan iklim tropis.

Rudolph terinspirasi dari bentuk atap-atap di Indonesia yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya sehingga apabila di dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa cahaya matahari. Terdapat pula void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa di dalanya tanpa kehujanan saat merasakannya. Bahkan di perencanaan awal, bangunan ini sebenarnya tidak perlu menggunakan pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek rumah kaca ttelah memberi panas yang cukup parah dan tidak menentu, akhirnya bangunan ini menggunakan pendingin ruangan. Namun pada koridor hal tersebut masih tidak diperlukan karena udara sejuk masih dapat masuk. Pencahayaan lampu pada siang hari juga tidak terlalu diperlukan pada koridor karena cahaya matahari masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik maupun kehujanan

Dengan pemanfaatan bidang-bidang miring pada fasade yang berfungsi sebagai canopi dan sunlouver (perisai matahari) membuat udara di dalam ruangan tidak panas serta adanya void di tengah-tengah gedung membuat sirkulasi udara berjalan dengan baik. Dengan adanya tanaman rambat yang hijau membuat atmosfer udara yang sejuk di sekitar bangunan.

Bangunan ini juga memiliki prinsip dasar yaitu working with climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami) melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan. Yang tidak lain iklim dan lingkungan sekitar tempat bangunan ini di bangunan adalah iklim tropis.Intiland Tower, Gedung perkantoran 23 lantai di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, merupakan gedung perkantoran pertama milik PT Intiland Development Tbk. Ketika mulai beroperasi pada 1986, sesuai nama perusahaan sebelum go public, PT Wisma Dharmala Sakti, gedung berarsitektur unik dan hijau ini diberi nama Wisma Dharmala Sakti yang di desain oleh Paul Marvin Rudolph, arsitek berasal dari New York, Amerika Serikat.

Intiland Tower Jakarta berdiri di atas lahan seluas, 0,8 hektar, di pojok perempatan Jalan Jenderal Sudirman dan KH Mas Mansyur. Total luas bangunan 23 lantai ini, plus 3 basement, mencapai 30.986 meter persegi. Total luasan ruang perkantoran area yang disewakan mencapai 25.578 meter persegi. Sisanya dipergunakan sebagai kantor pusat perusahaan dan sejumlah anak perusahaan.

Berikut foto - foto bangunan dari Wisma Dharmala / Intiland  Tower

Intiland Tower saat malam hari
Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Rudolph_(architect)#/media/File:WismaDharmalaSakti.jpg
Bangunan Intiland Tower saat siang hari
Sumber : https://www.flickr.com/photos/thisisinbalitimur/39356117634/in/photolist-243z
VnM-N8uknw-CpP1Ug-ChRoZN-2b7bwda-22XLoCj-K6ED7e
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Rudolph_(architect)#/media/File:WismaDharmalaSakti.jpg
https://sabilafatimah.wordpress.com/2016/11/22/arsitektur-tropis-pada-intiland-tower-sudirman/
https://www.setiapgedung.web.id/2019/01/intiland-tower-jakarta.html