Wednesday, November 13, 2019

KRITIK ARSITEKTUR NORMATIF : TIPIKAL

PERBEDAAN TROTOAR PADA JALAN SUDIRMAN JAKARTA DAN JALAN MARGONDA DEPOK

TROTOAR JALAN SUDIRMAN JAKARTA PUSAT

Revitalisasi Trotoar Jl. Sudirman - Jl. M.H. Thamrin
Sumber : Google Image

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berusaha meningkatkan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk menghadirkan kenyamanan dan keselamatan bagi masyarakat. Salah satu yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah dengan melakukan pembangunan dan revitalisasi jalur pedestrian. 
Pembangunan jalur pedestrian menjadikan pejalan kaki sebagai arus utama (mainstream), mengedepankan kesetaraan bagi seluruh lapisan masyarakat Jakarta, mulai dari anak-anak, ibu hamil, lansia, hingga para penyandang disabilitas.
Kesetaraan tersebut tercermin dari tersedianya ramp (bidang miring), guiding block (paving kuning di trotoar), hingga pemuatan instalasi dan aktualisasi karya seni di ruang-ruang terbuka yang bisa dinikmati setiap warga dengan bebas.
Sejak tahun 2017 hingga 2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan revitalisasi trotoar sepanjang 134 kilometer. Revitalisasi tersebut dilakukan dalam rangka menghadirkan kenyamanan dan keselamatan bagi seluruh pejalan kaki (pedestrian) di Jakarta dengan pembangunan dan revitalisasi jalur pedestrian.
Bahkan, angka ini ditargetkan akan terus meningkat pada tahun 2020, di mana telah disiapkan revitalisasi trotoar sepanjang 47 kilometer dengan anggaran optimal hingga Rp 1,1 triliun rupiah.
Salah satu hasil revitalisasi trotoar yang dijadikan percontohan adalah trotoar di Jalan Sudirman - MH. Thamrin yang direvitalisasi pada 2017-2018. Jalur pedestrian tersebut sudah didesain ramah bagi para penyandang disabilitas, termasuk adanya pelican crossing antar trotoar di sisi barat dan timur.
Revitalisasi trotoar di tahun ini diperluas ke lima wilayah kota administrasi di DKI Jakarta. Sebanyak 51 lokasi jalan di seluruh wilayah Jakarta yang mengalami revitalisasi trotoar dengan total anggaran sekitar 327 miliar rupiah, antara lain di Jalan KH. Wahid Hasyim dan Sudirman-Thamrin (Jakarta Pusat), Jalan Sisingamangaraja hingga Jalan Fatmawati (Jakarta Selatan), Kawasan Velodrome (Jakarta Timur), Jalan Daan Mogot (Jakarta Barat), Jalan Yos Sudarso, dan Jalan Pluit Selatan Raya (Jakarta Utara). 
Setidaknya, terdapat 10 titik lokasi trotoar yang telah dan sedang direvitalisasi hingga akhir tahun 2019. Trotoar yang masih direvitalisasi hingga akhir 2019 di antaranya trotoar Jalan Dr Satrio, Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Matraman Raya, Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan Kramat Raya dan jalan Salemba Raya, Jalan Cikini Raya, Jalan Latumenten, Jalan Danau Sunter Utara, Jalan Yos Sudarso, dan Jalan Kemang Raya.
Kawasan yang juga menjadi sorotan penting revitalisasi pada tahun ini adalah trotoar Cikini dan trotoar Kemang. Di trotoar Cikini, jalur sepanjang 10 kilometer ini akan diperlebar, dari semula hanya 3 meter menjadi 4,5-6 meter. Yaitu, 1,5 meter untuk pejalan kaki; 1,5 meter untuk penyandang disabilitas; 1,5 meter untuk street furniture; 0,5 sampai 1 meter untuk amenities (perlengkapan penunjang).  
Pejabat Pembuat Komitmen Infrastruktur Khusus Kegiatan Strategis Daerah Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, Riri Asnita, menyebut kawasan Cikini merupakan koridor seni, kreasi, budaya, dan tempat berkumpulnya para komunitas di Jakarta. Sehingga, penataan trotoar Cikini turut menghadirkan kembali Jakarta sebagai Kota Seni, di mana sarana dan prasarana publik di dalamnya menunjang untuk hal tersebut.
Sementara itu, revitalisasi trotoar Kemang, trotoar sepanjang kurang lebih 3,3 kilometer tersebut diperlebar dari 1,5 – 2 meter menjadi 3 – 4 meter. Dalam rangka untuk menghadirkan kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat serta pelaku usaha, dalam revitalisasi trotoar Kemang ini, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan para pemilik gedung hotel maupun restoran yang terdampak. Hasil dari kolaborasi ini melahirkan kesepakatan bahwa revitalisasi trotoar di Kemang menerapkan Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ).
Kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha tersebut menjadikan satu lajur di kawasan Jalan Kemang Raya dipotong untuk dibangun fasilitas publik berupa trotoar. Dengan adanya kemudahan dalam kolaborasi ini, revitalisasi yang telah dimula sejak Mei 2019 tersebut ditargetkan selesai tepat waktu pada Bulan Desember 2019.
Revitalisasi trotoar ini juga dimaksudkan untuk integrasi transportasi umum di DKI Jakarta. Integrasi antara trotoar dengan moda transportasi ini juga sejalan dengan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 untuk mengendalikan kualitas udara Jakarta. Warga Jakarta didorong untuk lebih mengutamakan aktivitas berjalan dan menggunakan transportasi umum, baik dari dan menuju tempat kerja maupun saat berwisata.

TROTOAR JALAN MARGONDA DEPOK
Trotoar Jl. Margonda Depok
Sumber : SindoNEWS

Jalur pedestrian di Kota Belimbing ini khususnya di Jalan Margonda Raya sangat tidak memadai. Trotoar dalam kondisi rusak, berlubang, dan tidak nyaman bagi pejalan kaki.


Selain kondisinya jauh dari standar, secara fungsi trotoar tidak dapat digunakan. Trotoar justru banyak dimanfaatkan pedagang kaki lima (PKL). Bahkan, jalur pedestrian di Jalan Margonda banyak dipakai untuk parkir kendaraan karena ruko di sepanjang jalan protokol tersebut tidak menyediakan lahan parkir sehingga mengganggu pejalan kaki.

Belum lagi pada malam hari trotoar di Jalan Margonda dipenuhi penjual makanan. Pada akhir pekan kondisinya lebih parah lantaran banyak kendaraan terparkir di jalur pedestrian.

Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus membenarkan trotoar di Depok sangat miris. Berbeda jauh dengan kota lain semisal DKI Jakarta atau Kota Bogor. "Saya ini warga Depok, pada waktu liburan saya terpaksa mencari trotoar ke Bogor. Depok ini fakir trotoar," ujarnya, kemarin.


Padahal, Depok memiliki visi friendly city dan Kota Layak Anak. Sayang untuk urusan trotoar saja sangat tidak ramah bagi pejalan kaki apalagi anak-anak. Kondisi saat ini trotoar di Depok antara ada dan tiada, hanya sepotong-sepotong itu pun tak luput dari jajahan parkir liar dan PKL. "Seolah-olah ini ada pembiaran secara sistematis. Keberadaan ruko dan gedung yang ada di Jalan Margonda hanya memfasilitasi konsumen mereka," kata Alfred.



Dia yakin kalau kondisi trotoar di Margonda saja demikian adanya, maka di wilayah lain di Depok akan lebih parah. Apalagi Margonda merupakan etalase Depok yang semestinya trotoar bagus dan teratur. "Trotoar di wilayah lain sudah pasti bar-bar," ucapnya.



Dia berharap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memerhatikan nasib pejalan kaki di Depok yang secara geografis masuk wilayah Jabar. Terlebih Depok bersinggungan dengan ibu kota. "Kami berharap Ridwan Kamil menerjunkan yang namanya quick respons, maka Depok ini seharusnya direspons dengan cepat juga," ujarnya.

KRITIK PENULIS

Kritik penulis terhadap perbedaan kualitas dan kenyamanan trotoar di Jl, M.H. Thamrin dan trotoar Jl. Margonda di Depok memiliki kesenjangan yang sangat kontras disebabkan oleh zonasi tempat Jl. M.H. Thamrin yang berada di pusat kota sebagai ikon kota besar Jakarta, mantan Ibu Kota Indonesia dan berada di area perkantoran tingkat tinggi yang dimana fasilitas trotoar harus didesain dengan standar dan visi gubernur Anies Baswedan yaitu kota ramah pejalan kaki dan mempermudah orang menggunakan trasnportasi umum dengan trotoar yang luas dan nyaman.

Sedangkan trotoar pada Jl. Margonda Depok memiliki minim perhatian dari pemerintah karena Depok adalah kota administrasi dengan zonasi area diperuntukan untuk hunian dan jasa dengan tingkat sedang ke tinggi. Peran pemerintah yang minim pengawasan menyebabkan tidak adanya perawatan terhadap trotoar jalan Margonda yang seharusnya memiliki standarisasi untuk penjalan kaki karena trotoar pada jalan tersebut menjadi penghubung antara banyak jasa, pusat perbelanjaan, sekolah, dan universitas yang dapat mengurangi kemacetan pada jam kerja karena para masyarakat dapat mudah mengakses area Jl. Margonda menggunakan trotoar yang nyaman dan aman.

Thursday, November 7, 2019

KRITIK ARSITEKTUR DESKRIPTIF

WISMA DHARMALA / INTILAND TOWER
Intiland Tower / Wisma Dharmala



Nama Bangunan : Wisma Dharmala / Intiland Tower

Lokasi : Jl.Jend.Sudirman kav.32, Jakarta Pusat

Tipe : Kantor

Arsitek : Paul Rudolph ( USA )

Luas Bangunan : 59.838,65m²

Jumlah lantai : 1 basement + 22 lantai

Tahun  : 1982 – 1986

Pemilik : PT. Intiland Development Tbk

Pengelola  : PT. Intiland Development Tbk (IHMP)

Gedung Intiland atau yang lebih dikenal dengan nama Wisma Dharmala Sakti merupakan gedung tinggi yang sangat cocok untuk daerah tropis. Gedung Karya Paul Rudolph yang dibangun 1984 – 1985 ini didesain gedung yang sangat unik, permainan fasade yang sangat menarik dan artistik gedung ini memmilki banyak kelebihan dalam kaitannya dengan iklim tropis.

Rudolph terinspirasi dari bentuk atap-atap di Indonesia yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya sehingga apabila di dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa cahaya matahari. Terdapat pula void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa di dalanya tanpa kehujanan saat merasakannya. Bahkan di perencanaan awal, bangunan ini sebenarnya tidak perlu menggunakan pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek rumah kaca ttelah memberi panas yang cukup parah dan tidak menentu, akhirnya bangunan ini menggunakan pendingin ruangan. Namun pada koridor hal tersebut masih tidak diperlukan karena udara sejuk masih dapat masuk. Pencahayaan lampu pada siang hari juga tidak terlalu diperlukan pada koridor karena cahaya matahari masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik maupun kehujanan

Dengan pemanfaatan bidang-bidang miring pada fasade yang berfungsi sebagai canopi dan sunlouver (perisai matahari) membuat udara di dalam ruangan tidak panas serta adanya void di tengah-tengah gedung membuat sirkulasi udara berjalan dengan baik. Dengan adanya tanaman rambat yang hijau membuat atmosfer udara yang sejuk di sekitar bangunan.

Bangunan ini juga memiliki prinsip dasar yaitu working with climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami) melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan. Yang tidak lain iklim dan lingkungan sekitar tempat bangunan ini di bangunan adalah iklim tropis.Intiland Tower, Gedung perkantoran 23 lantai di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, merupakan gedung perkantoran pertama milik PT Intiland Development Tbk. Ketika mulai beroperasi pada 1986, sesuai nama perusahaan sebelum go public, PT Wisma Dharmala Sakti, gedung berarsitektur unik dan hijau ini diberi nama Wisma Dharmala Sakti yang di desain oleh Paul Marvin Rudolph, arsitek berasal dari New York, Amerika Serikat.

Intiland Tower Jakarta berdiri di atas lahan seluas, 0,8 hektar, di pojok perempatan Jalan Jenderal Sudirman dan KH Mas Mansyur. Total luas bangunan 23 lantai ini, plus 3 basement, mencapai 30.986 meter persegi. Total luasan ruang perkantoran area yang disewakan mencapai 25.578 meter persegi. Sisanya dipergunakan sebagai kantor pusat perusahaan dan sejumlah anak perusahaan.

Berikut foto - foto bangunan dari Wisma Dharmala / Intiland  Tower

Intiland Tower saat malam hari
Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Rudolph_(architect)#/media/File:WismaDharmalaSakti.jpg
Bangunan Intiland Tower saat siang hari
Sumber : https://www.flickr.com/photos/thisisinbalitimur/39356117634/in/photolist-243z
VnM-N8uknw-CpP1Ug-ChRoZN-2b7bwda-22XLoCj-K6ED7e
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Paul_Rudolph_(architect)#/media/File:WismaDharmalaSakti.jpg
https://sabilafatimah.wordpress.com/2016/11/22/arsitektur-tropis-pada-intiland-tower-sudirman/
https://www.setiapgedung.web.id/2019/01/intiland-tower-jakarta.html

Friday, October 11, 2019

JALUR SEPEDA DI JAKARTA YANG TIDAK RAMAH SEPEDA

ARTIKEL

Beberapa waktu lalu warga Jakarta sempat diramaikan dengan adanya tiang yang berada di tengah jalur khusus sepeda. Kini warga Ibukota kembali dibuat terheran-heran dengan adanya sebuah kotak besi di jalur tersebut.

Belum selesai permasalahan tiang-tiang yang ada di jalur yang baru dibuat tersebut, kini para pesepeda di Jakarta menemui permasalahan baru. Pemandangan tidak biasa yang cukup menyita perhatian publik ini kemudian ramai menjadi perbincangan di media sosial seperti Twitter.

Salah satu warganet pun menuliskan keresahannya tentang keberadaan kotak besi di jalur sepeda itu melalui cuitan. Pemilik akun Twitter @giewahyudi menyebutkan bahwa kotak besi itu merupakan kontainer dan keberadaan kontainer tersebut benar-benar menguji kesabaran warganet.

Jalur sepeda pada jalan sekitar Gelora Bung Karno

Dari unggahannya itu terlihat beberapa sudut trotoar di Jakarta yang sudah dilengkapi kontainer di tengahnya. Bahkan pada salah satu foto memperlihatkan bagaimana kontainer itu menghalangi seorang pesepeda yang sedang mengendarai sepedanya di jalur khusus sepeda.

Tidak hanya satu, terdapat beberapa kontainer pada satu jalur trotoar. Dari unggahan Gie Wahyudi, diketahui bahwa kontainer yang diduga akan digunakan untuk operasional Gelora Bung Karno itu juga dilengkapi jendela, pintu dan mesin AC.

Kontainer pada jalur sepeda

Cuitan Gie Wahyudi tentang keberadaan kontainer yang terletak di Jalan Pintu Satu Senayan itu pun sontak ramai dikomentari warganet. Tidak sedikit yang menanggapi hal tersebut dengan bahan candaan. Namun ada juga yang menjelaskan tentang fungsi dan keberadaan kontainer yang menghalangi jalan para pesepeda di Jakarta.


PERMASALAHAN

Adanya tiang listrik dan container pada jalur sepeda di sekitaran jalan Gelora Bung Karno, Jakarta sehingga pesepda tidak dapat menggunalan jalur sepeda dengan semestinya.

TANGGAPAN PENGKRITIK

Tanggapan kritik berasal dari pengunggah foto jalur tersebut melalui akun twitter nya yaitu @giewahyudi menyebutkan bahwa “kotak besi itu merupakan kontainer dan keberadaan kontainer tersebut benar-benar menguji kesabaran warganet.”


PENDAPAT

“Adanya tiang dan container pada jalur sepeda menandakan bahwa tidak adanya keseriusan dari pihak pengelola  dalam mendukung penggunaan  sepeda sebagai moda transportasi untuk warga Jakarta yang seharusnya dijadikan sebagai wadah untuk bersepeda bagi orang yang ingin bekerja ataupun hanya sekedar rekreasi juga untuk mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar yang meyebabkan polusi serta menambahkan kesehatan jasmani bagi penggunan sepeda.”


Saturday, May 4, 2019

ASAKUSA CULTURE TOURIST INFORMATION FACADE

ASAKUSA CULTURE TOURIST INFORMATION FACADE

FUNGSI

Adanya kisi bangunan pada fasad bangunan untuk menjadi pembayangan (shading) pada ruang dalam agar tidak tersorot cahaya matahari secara langsung dan menjadi batas visual dari luar ke dalam ruangan yang berdasarkan kebutuhan privasi ruangan.
View ke luar bangunan
Fasad bangunan
MATERIAL
Terdiri dari campuran bahan Baja, Kayu Lamas Cedar, dan Empat lapis kaca berlapis (Curtain Wall).


Detail Material
MODEL STRUKTUR DAN FASAD
Maket 3D struktur dan fasad bangunan.
Maket Struktur dan Fasad





Friday, January 26, 2018

KONSEP KOTA HIJAU




KOTA HIJAU (GREEN CITY)

Standar

DEFINISI
Green City adalah suatu konsep dari upaya untuk meletarikan lingkungan dengan cara mengembangkan sebagian lingkungan dari suatu kota menjadi lahan-lahan hijau yang alami agar menciptakan kekompakan antara kehidupan alami dari lingkungan itu sendiri dengan manusia dan alat-alat non-alamiah dari manusia itu. Konsep Green City bertujuan agar terdapat keseimbangan dan kenyamanan dari manusia yang menghuni dan lingkungan itu sendiri.
Masalah pemanasan global yang terjadi di bumi ini bukan menjadi suatu topik yang asing lagi di telinga kita. Bahkan banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah memperkenalkan masalah ini sejak dini pada anak-anak. Namun banyak orang yang seolah olah menutup telinga mereka akan hal ini. Masih banyak yang kurang peduli pada masalah lingkungan yang terjadi dibumi. Bumi adalah rumah bagi setiap mahluk hidup yang tinggal didalamnya. Bukan hanya tanggung jawab beberapa orang. Perlu kepedulian tinggi bagi seluruh manusia yang tinggal di bumi ini dan bersama-sama menjaga bumi ini menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.
Menerapkan konsep Green City pada setiap kota di seluruh negara merupakan salah satu bentuk pelestarian keseimbangan alam yang paling mudah dan tepat untuk dilaksanakan. Hanya diperlukan kesadaran penuh akan lingkungan pada setiap masyarakat untuk melakukan penghijauan mulai dari sebagian kecil di rumahnya. Dengan melakukan penghijauan kecil ini, jika dilakukan di semua rumah yang ada disetiap kota, maka secara tidak langsung kota itu bisa disebut green city. Menerapkan pemikiran seperti ini tentu cara yang paling optimal dewasa ini untuk mengatasi masalah lingkungan di bumi ini.
Dalam melakukan suatu perencanaan bangunan seharusnya melakukan kajian AMDAL apakah dalam pengadaan bangunan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sekitar baik itu segi sosial, ekonomi ataupun alam sekitar. Karena jika itu memberikan pengaruh yang cukup besar maka bangunan tersebut sudah menyalahi konsep dasar dari green building.
Green city terdiri dari delapan elemen, yaitu
  1. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan hijau)
Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata guna lahan dan tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang atraktif dan estetik.
  1. Green open space (Ruang terbuka hijau)
Ruang terbuka hijau adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman, koridor hijau dan lain-lain.
  1. Green Waste (Pengelolaan sampah hijau)
Green waste adalah pengelolaan sampah hijau yang berprinsip pada reduce (pengurangan), reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). Selain itu, pengelolaan sampah hijau juga harus didukung oleh teknologi pengolahan dan pembuangan sampah yang ramah lingkungan.
  1. Green transportation (Transportasi hijau)
Green transportation adalah transportasi umum hijau yang fokus pada pembangunan transportasi massal yang berkualitas. Green transportation bertujuan untuk meningkatkan penggunaan transportasi massal, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, penciptaan infrastruktur jalan yang mendukung perkembangan transportasi massal, mengurangi emisi kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda.
  1. Green water (manajemen air yang hijau)
Konsep green water bertujuan untuk penggunaan air yang hemat serta penciptaan air yang berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa diperluas hingga penggunaan hemat blue water (air baku/ air segar), penyediaan air siap minum, penggunaan ulang dan pengolahan grey water (air yang telah digunakan), serta penjagaan kualitas green water (air yang tersimpan di dalam tanah).
  1. Green energy (Energi hijau)
Green energi adalah strategi kota hijau yang fokus pada pengurangan penggunaan energi melalui penghemetan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi terbaharukan, seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik dari emisi methana TPA dan lain-lain.
  1. Green building (Bangunan hijau)
Green building adalah struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi bahkan dalam perubuhan. Green building harus bersifat ekonomis, tepat guna, tahan lama, serta nyaman. Green building dirancang untuk mengurangi dampah negatif bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan penggunaan energi, air, dan lain-lain yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
  1. Green Community (Komunitas hijau)
Green community adalah strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Green community bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder dalam pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah dan partisipasi aktif masyarakat dalam program-program kota hijau pemerintah.
Konsep Green City
Pertumbuhan kota yang cepat terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat.
Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi yang berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, selain itu juga menimbulkan costly dan pemborosan. Lihat saja Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia, kota tersebut sudah mengalami perkembangan yang terlalu besat sehingga mengalami “overload”, menjadikan kota tersebut sebagai kota yang tidak layak untuk ditinggali. Bahkan sempat muncul isu tentang pemindahan ibukota akibat ketidaklayakannya. Belum lagi kota-kota besar lain yang mulai berkembang seperti Surabaya, Bandung, dll.
Berdasarkan keadaan itu, dalam melakukan perencanaan kota dibutuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan. Ada beberapa konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan alam.
Green City dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis juga dapat dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders).
Kriteria konsep Green City:
  1. Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku, seperti UU 24/2007: Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), UU 26/2007: Penataan Ruang, UU 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll.
  2. Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
  3. Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
  4. Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
  5. Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor – berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
  6. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
  7. Bangunan Hijau
  8. Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)
Kota-kota besar di Indonesia perlu secara cermat mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan akibat urbanisasi yang brutal, tidak tertahankan, apabila kita berharap bahwa kota-kota tersebut dapat menjadi layak huni di masa mendatang. Salah satunya adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan redistribusinya, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan konsep Green City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.
Terdapat beberapa pendekatan Green City yang dapat diterapkan dalam manajemen pengembangan kota. Pertama adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi. Pendekatan kedua adalah konsep desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum. Ketiga, konsep kawasan perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau. Keempat, konsep kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku. Kelima, konsep taman tadah hujan (rain garden).
Kelebihan dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkugan lainnya.
Kota Yang Berhasil Menerapkan Green City (Kota Hijau) :
MALANG
11
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol, dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis.
Pengertian ini sejalan dengan PP No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat ekosistim yang dibentuk menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Penempatan areal hutan kota dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan suatu ekosistim dengan sistim terbuka.
Hutan kota diharapkan dapat menyerap hasil negatif akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi. Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat pesat di wilayah perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara lain meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun, dan hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya vegetasi dan RTH (Zoer’aini, 2004; Sumarni, 2006).
Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasita infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di kota Malang.
Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun) kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian dipresentasikan agihannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang bervariasi, kapasitas infiltrasi tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49277,5 m2 memberikan supplay air tanah sebesar 13594,536 m3/jam.
KOTA BANDUNG
Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang memiliki luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare. data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, ruang terbuka hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76 persen. Padahal idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari total luas kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ruang tebuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan lindung beralih fungsi menjadi kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai resapan air, tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir di beberapa titik.
Jika Kota Bandung tanpa RTH, sinar matahari yang menyinari itu 90% akan menempel di aspal, genting rumah, dan bangunan lainnya yang ada. sementara sisanya yang 10% akan kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung menjadi panas. Namun, jika bandung memiliki RTH sesuai dengan angka ideal, maka sinar matahari itu 80% diserap oleh pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali ke angkasa, dan 10% nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.
Menurut data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase ruang terbuka hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota Kembang ini menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada kedudukan 14,35 meter dari sebelumnya 22,99 meter. Menurut data yang dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan di Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang hijau.
Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon-dioksida 5,6 juta ton/ tahun. Ilustrasi lain, sebuah kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per 13 km dan tiap hari mememerlukan BBM 10 liter maka akan menghasilkan emisi karbon-dioksida sebanyak 30 kg/hari atau 9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita asumsikan 500.000 kendaraan, maka dari sektor transportasi Kota Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.
Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya, wilayah RTH di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini jumlah pohon perlindung sebanyak 229.649 pohon. Padahal, idealnya kata Kepala Dinas Pertamanan Kota Bandung, Drs. Ernawan, jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau 40% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan 2,3 juta jiwa dikali 0,5 kg oksigen dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg, sama dengan 2,3 juta kali 0,4 kg oksigen dikali 1 pohon, menghasilkan 920.000 pohon.
Kota Yang Gagal Menerapkan Green City ( Kota Hijau ) :

Kota Jakarta
Untitled
Kota jakarta adalah kota yang mengandung polusi udara terbesar di Indonesia terutama daerah Jakarta yang terkenal gersang karena terik mataharinya yang tidak terserap oleh taman.
Jakarta kota dengan polusi udara tertinggi se Indonesia dan ke tiga di dunia. Kandungan partikel debu di udara Jakarta mencapai 104 mikrogram per meter kubik (tertinggi ke 9 dari 111 kota yang disurvey Bank Dunia pada 2004, sekarang angkanya mungkin melonjak). Padahal, kalau mengacu pada Uni Eropa, ambang batas partikel debu di udara yang bisa ditoleransi hanya 50 mikrogram per meter kubik. 57,8 % warga Jakarta menderita penyakit akibat polusi udara. Biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh warga Jakarta untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara pada   1998 adalah Rp. 1,8 triliun, dengan laju polusi udara yang meningkat drastis sejak  2011, diperkirakan pada 2015 biaya untuk mengobati penderita penyakit akibat polusi udara Jakarta akan mencapai 4,3 triliun
Solusi :
Mengembangkan dan perbanyak ruang terbuka hijau, serta dengan menjaga lingkungan agar tetap hijau, tidak menebang pohon secara sembarangan serta melakukan  pembangunan ruang terbuka hijau, pemukiman dan pengelolaan sampah dan serta dengan memberikan peraturan untuk masyarakat agar melindungi alam sekitar. Sesuai peraturan yang ada dan menjaga lingkungan agar tetap hijau, tidak menebang pohon demi pembangunan modern yang tidak berbasis lingkungan, dan mengajarkan kepada masyarakat agar selalu berdampingan dengan alam
Sumber :